Doa dan semangat orang tua melandasi kemauan Adia Ruswandi (17) berjualan sayuran sebelum dan sepulang sekolah. Pelajar kelas 3 SMA itu mengaku tidak malu meskipun seringkali menerima ejekan dari teman sebayanya saat melihatnya berjualan menggunakan seragam sekolah.
Adia bercerita suatu ketika, ia pernah berteduh saat berjualan sayur. Saat itu ada teman sekolahnya yang tiba-tiba melontarkan kalimat yang menyakitkan kepada Adia.
"Adia waktu jualan di pinggir jalan, ada teman lewat meledek dia bilang, di (Adia) rek naon jualan wae lah, dagang-dagang benghar henteu gelo heeh (buat apa jualan terus, dagang-dagang kaya tidak gila iya)," cerita Adia kepada detikJabar, Jumat (18/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adia mengaku saat itu memilih diam, dia berpegang teguh pada doa dan semangat dari orang tuanya. "Saya diam saja, enggak apa-apa mau bagaimana lagi karena lihat kondisi keluarga. Di situ kadang saya ingat ibu saja, beliau yang memberikan semangat ke saya, dengan bapak juga," lirihnya.
DetikJabar bertemu dengan Bubun (47) ayah Adia dan Eni Rokaeni (44) sang ibu, keduanya bergantian menceritakan kondisinya yang memang serba kekurangan. Dalam hati kecil mereka, mereka tidak ingin melihat putranya berjualan. Namun apa daya, kondisi ekonomi dan kemauan keras Adia untuk membantu keluarga membuat mereka pasrah dengan kemauan tersebut.
"Saya hanya bisa kasih semangat, saya ini hanya buruh cuci ingin agar Adi (panggilan Adia di keluarga) selalu sehat. Namanya anak memang bagaimanapun kan masih tanggung jawab orang tua, tapi Adi berjualan juga karena melihat kondisi ibu dan bapaknya yang sakit. Saya juga ingin bapak sehat lagi," ungkap Eni haru.
Eni menyebut Adia adalah anak yang rajin beribadah, meski keterbatasan dalam ekonomi namun ia kerap menyisihkan rejeki untuk orang tua dan adiknya.
"Saya hanya bisa mendoakan agar Adi banyak rejeki soleh hati nurut ke ibu, anak yang dermawan selalu berusaha membuat ibu bangga, bisa ngangkat ke ibu, selalu jadi anak yang soleh," lirihnya, suara Eni parau menahan kesedihan.
Tangan Eni memeluk Adia putranya, suaranya tercekat. Melihat itu Bubun ayah Adia melanjutkan cerita soal kondisinya yang memang sakit. Suasana haru menyelimuti tempat tinggal Adia.
"Dulu pada saat pertama saya sakit, tenaga enggak bisa digunakan. Tangan gemetar lemes, jadi enggak bisa aktivitas selama tiga tahun. Namun saat ini alhamdulillah mulai pulih, bisa aktivitas walau masih dibantu Adia dan istri," ujar Bubun.
Bubun bercerita ia menderita prostat, hal itu menuritnya diberitahukan oleh dokter. "Kata dokter prostat, makanya badan selalu panas kadang haus minum terus begitu," imbuhnya.
Bubun kemudian mendoakan putranya Adia, ia sebenarnya mengaku tak tega membiarkan Adia berjualan. Namun hal itu lebih banyak kepada niat tulus putra keduanya itu untuk membantu keluarga.
"Alhamdulillah Adi anak yang soleh berbakti pada orang tua, Salatnya rajin, belajar dan sekolah juga dipentingin. Walaupun harus berjualan keliling dia mengutamakan juga belajar. Nyaah pisan ke adi, tetega sebenarnya harus berjualan keliling tapi bapak doakan jadi anak yang soleh banyak rejeki. Jadi orang berguna bagi nusa bangsa dan agama di doakeun ku bapak," ucapnya seraya mengusap kepala Adia.
Malam semakin larut, suara hujan semakin deras jatuh di genting rumah sederhana Adia. DetikJabar berpamitan, kedua orang tua Adia mengantar hingga ke pintu keluar. "Mohon doakan Adia, dia berkeinginan untuk bisa kuliah dengan kakaknya. Semoga kemudahan menyertai Adia," harap Bubun.
(sya/yum)